29 Juni, 2011

Enterpreneur Muda, Lebih Mengutamakan Manfaat Sosial


Enterpreneur bagi orang awam  seringkali dikaitkan dengan istilah pedagang. Sebenarnya tidak selalu begitu. Enterpreneur dapat dikatakan sebagai kemampuan seseorang untuk menciptakan manfaat dari apapun yang ada dalam dirinya  maupun lingkungannya. Seorang enterpreneur yang baik adalah yang bisa mengubah suatu kerumitan dan kendala yang dihadapinya menjadi sebuah tantangan yang bisa mengantarkannya menuju gerbang kesuksesan. Enterpreneur, juga bukan selalu dikaitkan dengan kewirausahaan yang mendapatkan laba atau keuntungan yang tinggi, tapi adalah sesuatu yang bisa menciptakan nilai guna atau manfaat baik bagi wirausahawan itu sendiri, orang lain, ataupun lingkungannya dan bisa hidup mandiri tanpa bergantung pada orang lain.
Dalam berwirausaha, kendala awal yang biasanya sering terjadi adalah jenis usaha apa yang akan ditekuni. Tentu saja, masalah ini kerap kali terjadi terutama bagi wirausahawan pemula. Untuk mengatasinya, bisa saja dilakukan dengan melihat situasi dan kondisi lingkungan sekitar. Misalnya, apa-apa saja yang menjadi kebutuhan di lingkungan tersebut. Sebagai contoh, di daerah perkotaan, seorang pebisnis berpikir untuk membangun sebuah swalayan atau  mall, karena begitulah kehidupan masyarakat kota. Jangan sampai seorang wirausahawan salah memilih usaha hingga akhirnya berujung pada kegagalan berbisnis. Atau saat melihat rambut misalnya, maka kita akan menemukan peluang bisnis potong rambut, atau menjual aksesoris rambut dan lain sebagainya.
Saat mendengar alunan sebuah lagu misalnya, akan terpikir  peluang bisnis mengarang lagu, menjadi penyanyi, menjadi produser, menjual kaset, mendirikan rumah karaoke, membuat jasa download ringtone dan sebagainya.
Atau saat merasa letih, maka kita kan terpikir untuk membuka klinik pijat, berjualan minuman-minuman dingin, dan sebagainya.
Cara lain yang juga cukup efektif untuk menemukan peluang bisnis adalah dengan meniru atau memperhatikan kesuksesan pebisnis lain, bisa jadi kita memperoleh peluang sukses yang sama atau bahkan dengan menambahkan sedikit kreativitas untuk menyempurnakan bisnis yang ditekuni wirausahawan sebelumnya. Tegasnya, keberhasilan seorang pebisnis bukan ditentukan oleh keaslian atau tingkat originalnya suatu usaha, tetapi bagaimana wirausahawan tersebut bisa berpikir kreativ dalam mengoptimalkan bisinis yang ditekuninya.
Saat ini, terlalu banyak bisinis komersial yang berkembang. Lain halnya dengan bisnis sosial yang sangat jarang kita temui. Bagaimanapun, saat ini pasti kita sebagai manusia mempunyai kebutuhan hidup masing-masing dan lebih mementingkan keuntungan dari sebuah bisnis dibandingkan memberi suatu manfaat kepada orang lain. Intinya, saat ini tujuan para wirausahawan kebanyakan hanyalah untuk mencari keuntungan, namun melupakan seberapa berpengaruhnya dan bermanfaatnya usaha mereka bagi kehidupan masyarakat.
Di era globalisasi ekonomi saat ini,  juga tidak tertutup kemungkinan bagi seorang remaja untuk menjadi enterpreneur muda yang sukses. Hal ini bisa saja dilatarbelakangi oleh dorongan ekonomi yang menuntutnya untuk mengubah nasib dengan berwirausaha, atau bisa jadi karena keinginan meraih kegemilangan di masa muda.
Contohnya saja, seorang anak yang mempunyai kemampuan lebih dalam bidang akademik, menjadi staf pengajar di tempat-tempat kursus atau bahkan mengajar privat dari rumah ke rumah. Lama kelamaan, jika ia benar-benar ingin untuk menjadi seorang enterpreneur muda, pastilah ia terpikir untuk membuka tempat kursus sendiri. Dimulai dari tempat tinggalnya mungkin, lalu lama-kelamaan berkembang menjadi sebuah usaha yang lebih baik daripada sebelumnya. Dari contoh ini, bisa kita simpulkan bahwa, selain mendapatkan keuntungan komersil, si anak juga memberikan manfaat sosial bagi orang lain, yaitu berbagi ilmunya disamping mendapat gaji sebagai imbalan komersilnya.
Sebenarnya, banyak anggapan bahwa bisnis sosial hanya dijalankan oleh orang-orang berada saja. Mengapa demikian? Jawabannya adalah karena bisnis sosial ini lebih mengutamakan kepuasan psikologis, emosional, dan spiriual serta menyampingkan keuntungan berupa uang atau dividen. Bagaimana seseorang bisa menjalankan bisnis sosial jika ia sendiri belum bisa memenuhi kebutuhannya sendiri?
Sebenarnya tidak selalu begitu, Bisnis sosial ini didirikan bukan hanya oleh orang-orang kaya, tetapi oleh orang-orang biasa yang mempunyai kepedulian sosial.  Oleh karena itu, walaupun bisnis ini sangat kental dengan misi sosial, masih ada harapan  dari para pendirinya untuk memperoleh manfaat finansial.
Bisnis sosial ini pertama kali digagas oleh Muhammad Yunus, seorang berkebangsaan Bangladesh dan peraih Hadiah Nobel Perdamaian 2006. Proyek Bisnis Sosial pertamanya adalah Bank Grameen yang didirikan untuk membantu orang-orang paling miskin disekitarnya dengan memberikan kredit mikro. Menurutnya, ada dua versi bisnis sosial. Yang pertama adalah bisnis sosial dengan tujuan hanya untuk mendapatkan kepuasan psikologis, emosional, dan spiritual tanpa mengharapkan keuntungan berupa uang, dan yang kedua bisnis yang mencari keuntungan maksimal, namun sahamnya diberikan kepada orang-orang miskin. Keuntungan dari bisnis ini diterima oleh mereka untuk mengurangi kemiskinan atau bahkan lepas dari kemiskinan sama sekali.
Jika dibandingkan dengan contoh kecil seorang pelajar yang memberikan ilmunya tadi, itu bisa saja disebut dengan enterpreneur yang lebih mengutamakan manfaat sosial, yaitu dengan memberantas kebodohan dengan berbagi ilmu yang dimilikinya. Setelah itu, ia pasti mendapat imbalan berupa uang oleh pemakai jasanya itu.
Di negara kita Indonesia, keberadaan bisnis sosial ini sangatlah diharapkan. Hal ini bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan sebagaimana yang dikatakan oleh Muhammad Yunus, tapi yang menjadi titik tersulit adalah bagaimana memulainya, dan menciptakan sistemnya secara apik.
            Untuk itu, peran serta enterpreneur muda sangat diperlukan demi terwujudnya suatu sistem bisnis baru seperti bisnis sosial di Indonesia ini. Ingat, jadikan suatu bisnis itu lebih bermanfaat di mata masyarakat, bukan hanya sekedar misi untuk meraup profit yang berlipat ganda.

28 Juni, 2011

what i want to do in life?

apa yang gue cari dalam hidup ini?

jujur, sampai saat ini gue belum bisa nentuin tujuan hidup gue. contohnya aja buat milih fakultas dan perguruan tinggi nanti pun gue belum bisa pastiin mau masuk mana. ada beberapa alasan sih sebenernya, pertama gue belum tau pasti apa yang menjadi minat gue. kedua, keluarga terutama orangtua ngasih pilihan yang gue juga belum tau pasti itu sesuai sama keinginan gue atau bukan, ketiga cara belajar gue yang nggak pernah serius makin menyurutkan niat gue buat berani milih universitas ataupun PTN favorit di negeri ini. 

ditanya soal minat, gue lebih suka nulis, sejarah-sejarah, geografi, dan kimia. gue bahkan berencana menghindari kuliah yang masih ada sangkut pautnya sama mipa terutama fisika. pas SMP, gue fine-fine aja sama pelajaran itu, tapi pas SMA jangan ditanya lagi, fisika udah jadi korban sumpah serapah gue yang nggak ada habis-habisnya. maafkan aku guru-guru fisika :D

soal keinginan orangtua, dari dulu papa-mama pengen kalo gue masuk kedokteran. sebenernya sih kata mama dulu waktu kecil gue minat banget jadi dokter. mungkin karena alasan kemamuan belajar gue tadi itu, gue jadi kurang pede buat milih kedokteran.

kalau keluarga besar, mereka juga nggak jauh-jauh sama keinginan kedua ortu gue, mereka semua pengen gue jadi dokter. tapi, sepupu-sepupu gue semuanya bahkan ngedukung gue buat masuk teknik. soalnya kebanyakan sepupu gue kuliah di ITB, dan selebihnya di STAN,UNPAD,dan UNAND.

harusnya dengan itu semua gue termotivasi besar buat menggapai cita-cita. apalagi yang gue ragukan, gue harus berani mengambil keputusan, apakah tetap pada pendirian gue atau mengikuti saran orang-orang terdekat. semoga saja dalam waktu dekat ini gue bisa mutusin tujuan hidup gue. 
supaya kalimat WHAT I WANT TO DO IN LIFE? nggak muncul lagi dalam pikiran gue!

Nyombong nggak ada gunanya,sob!


Tiap orang pasti punya kelebihan dan kekurangan masing masing. Kita semua tinggal mengembangkan apa yang kita punya dengan semaksimal mungkin. Walaupun diberi kelebihan, jangan coba-coba menyombongkan apa yang menjadi nilai plus kita itu. Karena suatu saat jika tuhan sudah berkehendak, bisa saja semuanya hilang dalam sekejap bahkan ia tak memberkati setiap apa yang kita perbuat.

Kita hanya manusia biasa yang tak pantas menyombongkan diri. Karena Allah-lah yang maha atas segala sesuatu. Lagipula seperti kata pepatah, diatas langit masih ada langit.

Jujur, saya adalah salah satu orang yang sangat membenci kesombongan walau sedikitpun. Belum bisa apa-apa tapi sudah berlagak macam-macam. Sungguh bodoh orang yang seperti itu. 

Kalian pasti lebih senang dengan orang rendah hati yang tidak mengumbar-umbar keberhasilannya bukan?. Satu lagi, mana ada yang mau berteman dengan manusia songong yang sibuk membanggakan dirinya?. Maka dari itu, jadilah manusia rendah hati yang tidak merasa lebih dalam hal apapun dibanding orang lain. Karena bisa jadi suatu saat nanti kenikmatan itu berubah menjadi bencana!!

itu ibu lo, sopan dikit dong!

Semoga dengan baca tulisan gue ini, kita bisa lebih menghormati orangtua apapun kondisinya, sayangilah mereka dan jangan membuatnya kecewa apalagi bersedih!

Hari pertama liburan, gue diajak jalan jalan ke GOR sekeluarga. Tujuannya, adek gue yang paling kecil pengen liat lumba-lumba dan akhirnya gue pun ikut terseret seret ngikutin dia dengan modus “ngapain kakak tinggal sendiri di rumah”. Kemakan omongan anak kecil, akhirnya gue juga ikutan siang itu.
Nyampe di GOR, gue sekeluarga mampir di salah satu cafe langganan kami. Mama dan kedua adek gue langsung ke arena pertunjukan lumba-lumba dengan semangat tanpa ba bi bu lagi. Oke, sekarang tinggal gue dan papa di cafe ini.
Gue dan papa yang nggak pernah akrab, tentunya cuma kebanyakan diam seribu bahasa sambil sambil menikmati juice masing-masing. Gue juga gatau persis kenapa gue dan papa nggak pernah deket, bahkan kami bisa dibilang sering berantem tentang hal-hal sepele yang harusnya nggak diperdebatkan. Menurut mitos (ceilee), kalo wajah kita mirip sama orangtua, pasti sifatnya berlawanan. Terbukti sih, gue yang mirip banget sama papa emang nggak pernah se-ide.
Suasana GOR siang itu lumayan rame, mulai dari para atlet yang lagi pelatnas buat seagames, porwil, popda, dan sebagainya, orang-orang yang lagi sibuk belajar nyetir, sampai pedagang yang menjajakan kaos-kaos pemain Semen Padang di sepanjang trotoar GOR meskipun sore itu nggak ada jadwal pertandingan.
Di cafe langganan kami itu, ibu pemilik cafenya punya anak cewek yang persis seumuran gue. Mereka asik ngobrol layaknya ibu dengan putri remajanya. Tapi beberapa menit kemudian situasi mulai memanas saat mereka memperdebatkan hal yang nggak gue mengerti penyebabnya. Gue mulai mikir, sebeda apapun pendapat gue sama papa tapi gue nggak pernah ngomong sekeras dan sekasar ini.
Anak cewek seumuran gue itu mengeluarkan kata-kata yang nggak semestinya diomongin ke orang tua terutama ibu. Dengan kasarnya dia sampai ngomong gini “kalo gitu, mending aku nggak usah dilahirin!”. “mama jangan asal ngomog, jangan sok tau!”. “mama bisa ngurus anak nggak sih? Liat tuh si abang, mama belain terus kan? Belain aja terus!”.
 Astaghfirullah..pengen gue tampar aja tu anak.
Gue spontan ngeliat papa yang juga terdiam menyaksikan perdebatan orangtua dan anak itu, papa tersenyum tanpa mengeluarkan satu kata pun. Gue sadar, nggak seharusnya selama ini gue berantem nggak jelas sama papa. Betapa malunya gue kalo sampe cek cok gue sama papa kedengeran oleh orang lain kayak perdebatan ibu-anak barusan. Hmm..

06 Juni, 2011

SMANTRI vs FOURSMA (5)

“hai fa, kok baru pulang?” tanya Tania yang melihat Aufa yang berdiri di depan pintu kamar sambil melepas sepatunya. Tania yang sedang nonton di kamar memperhatikan sahabatnya itu.
“iya nih, tadi ada rapat osis bentar”. Jawab Aufa seadanya.
“osis? Hari pertama udah langsung rapat? Gila tu si Asta!”.
“Asta nggak gila tan, dia super duper gila! Mau banget ngasi setengah jabatannya ke gue. Anaknya baik banget.”
“hey Aufa!! Lo mengaguminya? Finally my best friend falling in love”.
“mulai deh lo ngomong yang nggak-nggak”.
“nggak apa fa, menurut gue kalian berdua cocok kok. Sama-sama ketos, berwibawa, ramah, cocok deh. Lagian baru sehari kenal aja kalian udah akrab banget gitu. Apalagi kalau sebulan kita disini. Bisa-bisa lo jadian fa!”.
“sumpah tan pemikiran lo jauh banget sih”.
“ya who knows? Kita liat aja nanti gimana endingnya”.
“udah ah tan, gue ngantuk cape banget”.
Aufa akhirnya tertidur meskipun tv di kamar itu menyala dengan kerasnya.
---
“aufaaa bangun woi, diluar ada Asta!”.
“bodo Tania, gue ngantuk”.
“yaudah gue jawab aja gitu ke astanya”.
“eeeh jangan!! Merusak citra gue aja lo!”. Akhirnya dengan malas-malasan Aufa bangun dan menemui Asta yang udah nangkring di lobi hotel. 

*bersambung..

05 Juni, 2011

SMANTRI vs FOURSMA (4)

Kepala sekolah, beberapa orang guru, dan perwakilan osis SMS 4 Denpasar mengajak kami berkeliling sekolah. Melihat aktifitas siswa, kegiatan belajar mengajar, hingga sarana dan prasarana sekolah.
Kepala sekolah berjalan berdampingan, guru-guru mengikuti dibelakangnya. Hingga ketua osispun juga berjalan beriringan, siswa lain hanya mengikuti di belakang. Ntah benar-benar mengikuti atau tidak,hanya tuhanlah yang tau.
Tak jauh berbeda dengan gedung sekolah smantri. Ada aula yang luas, ruang kepsek dan majelis guru, ruangan-ruangan kelas yang nyaman dan rapi, laboratorium tiap pelajaran, taman-taman yang indah dan terurus, perpustakaan, kantin, hingga toilet.
Yang menjadi perbedaan paling signifikan adalah cybernya. Jika di smantri perpustakaannya masih manual, di foursma perpusnya lebih canggih dengan akses hotspot. Jika di ruang kelas smantri hanya ada satu laptop dan OHP tiap kelas, di SMA 4 ini tiap meja siswa sudah dilengkapi laptop masing-masing lengkap dengan colokan listriknya.
Satu lagi, jika di smantri bangunan paling depannya adalah mushala. Disini gapura tempat sembahyangnya lah yang menjadi bangunan paling depan. Tentu saja masyarakat minang yang mayoritas muslim jelas berbeda dengan Bali yang 95% penduduknya menganut hindu.
“itu gapura, tempat kami sembahyang”. Jelas Asta ketika melihat Aufa memandang ke arah gapura.
“setiap hari?” tanya Aufa.
“ya, bahkan tiap saat.”
“oh..begitu”.
“beda dengan kita yang solat teratur lima kali sehari sesuai waktunya”.
“kita?” tanya Aufa bingung.
“ya, gue muslim fa. Minoritas penduduk Bali”.
“apa disini kerukunan umat beragama terjalin?” tanya Aufa lagi.
“hmm..kita nggak pernah membedakan satu sama lain”.
“salut, emang nggak ada alasan buat saling merendahkan. Apalagi lo yang muslim juga bisa jadi pemimpin di sekolah ini. Lo hebat Asta”.
“jangan terlalu muji fa, lo juga hebat. Cewe bisa jadi ketos”.
“emansipasi dong. Emang cowo doang yang bisa jadi leader?”.
“gue suka banget..cara berpikir lo dari awal. Gue beruntung ketemu temen kayak lo, fa”.
“haha gue juga. Oh iya, selama disini kita bakal ngapain aja?”.
“yang pasti lo tetep belajar kayak biasa. Tetep jadi ketos juga”.
“serius? Terus lo gimana? Lo kan juga ketua osis..”
“tenang aja, foursma punya dua ketos sekarang. Semua anggotanya udah gue kasi tau kok, kalau lo juga punya ‘kuasa’ sebagai ketos disini”.
“hmm..boleh juga”. Mereka lalu melanjutkan berkeliling sekolah.

*bersambung

04 Juni, 2011

SMANTRI vs FOURSMA (3)

Penyambutan rombongan smantri di SMA 4 Denpasar yang biasa disebut dengan “foursma” berlangsung meriah. Setelah tari-tarian, acara formal pun dimulai di aula pertemuan, ditandai dengan penyerahan bingkisan dan souvenir khas Sumatera Barat kepada Kepala sekolah SMA 4 Denpasar.
Layar OHP besar di tengah, dan dua layar kecil disisi kanan dan kirinya. Pertama adalah kata sambutan dari kepala sekolah SMA 4 Denpasar. Dari isi sambutannya tampak bahwa sekolah ini menyambut baik kedatangan kami dan program yang kami lakukan sebagai bentuk kerja sama. Setelah itu, giliran kepala sekolah smantri yang menyampaikan sambutan, barulah perwakilan guru dan selanjutnya perwakilan siswa dari masing-masing sekolah. Tentunya diwakili oleh ketua osis.
Saat ini seorang siswa foursma sedang berdiri di podium dengan senyum tipisnya yang berwibawa. Postur tubunya semampai, rambut hitamnya tersisir rapi, tatapannya menghipnotis semua orang yang berada di aula itu. Cool, begitu remaja sekarang menyebutnya.
Ternyata yang sedang berpidato itu adalah ketos foursma. Tak heran jika dari penampilannya ia terlihat sebagai seorang teladan. Aufa yang juga ketua osis bergidik melihatnya, baginya tak ada yang berbeda dari cowo itu, hanya saja ia mempunyai jabatan yang disegani dimata siswa, sama seperti dirinya.
Tak berlama-lama di podium, pidato dari ketua osis itu selesai, ia melempar senyum lagi dan menatap Aufa yang mungkin juga ia tahu bahwa Aufa adalah ketos smantri. Selanjutnya, giliran Aufa  yang unjuk gigi.
MC acara dari foursma yang mengenakan pakaian adat bali itu dilewati Aufa, tujuannya hanyalah berdiri di podium dan berpidato seperlunya. Selama di perjalanan dari Padang, Jakarta hingga Bali, Aufa terus melatih pidatonya meskipun ini merupakan hal yang sudah biasa baginya.
---
Aufa baru saja menyelesaikan pidatonya, ia tampak lega dan kembali ke tempat duduknya tadi. Disana seseorang telah menuggu aufa.
“pidato kamu bagus, oh iya saya ketua osis foursma, Asta”.
“makasi. Gue Aufa”. Aufa menyambut uluran tangan Asta hingga mereka bersalaman. Dalam pikiran aufa saat ini, Asta adalah orang paling kaku yang pernah ia kenal. Logat Bali yang kental dan penggunaan ‘saya’-nya terlalu resmi buat aufa yang terbiasa dengan gue-lo nya.
“Aufa, gue penasaran sama sekolah lo. Kayaknya keren”. Lanjut Asta memulai pembicaraan.
Ternyata dugaan Aufa tentang ke-kaku-an Asta salah besar, sekarang ketos foursma itu ikut-ikutan dengan ber gue-gue ria.
“keren? Lo kan belum tau apa-apa tentang sekolah gue”.
“gue emang belum tau semuanya. Tapi kesan pertama gue liat siswa-siswinya, guru-gurunya. Gue mulai tertarik, penampilan kalian ramah, sopan. Atau mungkin memang wajah orang padang ramah-ramah ya? Hahaha”. Asta tertawa ramah, wajahnya makin terlihat tampan.
“silakan nilai beberapa minggu kedepan, Asta..:” jawab Aufa sambil tersenyum.
“yoi..gue yakin kita semua bakal berteman akrab. Bahkan bersahabat.”
Aufa yang awalnya kurang respect, kini mulai tertarik. Asta orang yang cerdas dari cara bicaranya, ramah, bersahabat, ganteng lagi. What a perfect boy, kata aufa dalam hati.




*bersambung..

03 Juni, 2011

SMANTRI vs FOURSMA (2)

Guru-guru pendamping dan semua siswa sudah berkumpul di lobi Hotel Krisna Bali.
“kalian sudah siap berangkat? Pastikan semua sudah lengkap, jangan sampai ada yang ketinggalan” terdengar suara Bu Fatma yang selalu berwibawa.
“sudah semua bu..” jawab beberapa siswi kompak.
“yasudah, kalau begitu langsung masuk bus. Kita nggak boleh terlambat!”.
Semua guru dan siswa SMA 3 langusng menaiki bus dengan tertib. Ternyata didalam bus sudah ada tour guide yang akan membantu perjalanan menuju SMA 4 Denpasar. Mereka memanggilnya bli, panggilan untuk laki-laki dewasa di Bali.
Sepanjang perjalanan, terasa “hawa” berbeda dengan kehidupan mereka selama di Padang. Di Bali budayanya masih sangat kental. Banyak masyarakat yang masih menggunakan pakaian adatnya, terutama bagi mereka yang bekerja di bidang pariwisata atau perhotelan.
Tak hanya itu, rumah-rumah pendudukpun masih mengandung unsur budaya Bali yang unik. Setiap rumah mempunya gapura atau tempat sembahyang tersendiri. Yang paling khas, banyak pohon-pohon di depan rumah penduduk Bali yang menjadi pohon yang dikeramatkan. Entah apa tujuannya, tanpa terkecuali pohon-pohon itu diselimuti dengan kain beraneka warna dan motif. Mulai dari kotak-kotak hitam putih seperti catur, hingga warna kuning keemasan. Sungguh budaya unik yang tak dimiliki wilayah lain termasuk Padang sekalipun.
Jika Bali punya gapura yang megah sebagai simbol budayanya, Padang punya keunikan lain jika dilihat dari rumah adatnya. Rumah gadang mempunyai atok bagonjong yang sangatlah mencerminkan budaya minang nan indah. Relief dan ukiran kayunya pun tak bisa dianggap remeh. Bagi orang yang mengerti seni tentulah itu semua mempunyai nilai seni dan estetika yang tinggi. Tapi bagaimanapun, semua ragam kebudayaan di Indonesia wajib dijaga dan dilestarikan.
Lima belas menit perjalanan, akhirnya mereka tiba di SMA 4 Denpasar. Diluar dugaan, SMA 4 sudah mempersiapkan acara penyambutan yang megah dan meriah. Belum kami menginjak sekolahnya, disana sudah ramai dengan putri-putri Bali nan ayu yang ternyata siap untuk menari. Matanya yang tajam bak elang membuat kami tak lepas menatapnya.
Aufa teringat kampung halamannya di Padang. Jika ada tamu kehormatan, maka tuan tumah akan menyambutnya dengan tarian, tari pasambahan namanya. Tari ini juga ditarikan sekelompok gadis minang yang terlihat anggun dan bersahaja. Puncaknya adalah ketika penari inti yang biasanya berjumlah tiga orang memberikan carano pada tamu agung yang datang.
Berbeda dengan penari Bali yang dilihat aufa pagi ini, mereka tampak “ganas” dengan tatapan elangnya. Namun sesekali juga tak lupa melemparkan senyum pada tamu yang datang. Hal yang juga sangat berbeda, kalau tari minang selesai dengan waktu paling lama sepuluh menit, tarian Bali ini berakhir setelah setengah jam. Tak heran, banyak dari siswa siswi smantri yang terlihat bosan dan kadang sedikit mengumpat.



*bersambung..

SMANTRI vs FOURSMA (1)

Aufa, Tania, dan Rira sedang bersiap menuju sekolah baru mereka untuk beberapa minggu ke depan, SMA 4 Denpasar. Pagi itu mereka terlihat rapi seperti biasanya. Seragam sekolah, tas, sepatu, buku-buku pelajaran telah dipersiapkan dari semalam. Mereka takut terlambat karena tak terbiasa dengan Waktu Indonesia bagian Tengah. Setelah mematut diri sekali lagi di depan cermin, aufa memakai sepatu sekolahnya dan langsung sarapan pagi di hotel tempat ia dan semua teman-temannya menginap selama di Bali. Disana beberapa temannya sedang asik sarapan sambil tertawa menyambut pagi pertama mereka yang indah di belahan indonesia lain.
SMA 4 Denpasar, sekolah yang menjadi sister school SMA 3 Padang, tempat dimana aufa dan teman-temannya menuntut ilmu sekarang. Karena program pertukaran pelajar, mereka pindah sekolah untuk beberapa minggu ke SMA 4 ini.
Aufa langsung bergabung begitu melihat meja teman-teman dekatnya, Tania dan Rira. Ia pun sarapan bersama mereka. Aufa sepertinya agak sangsi dengan makanan yang dihidangkan. Nasi goreng dengan potongan daging dimana-mana. Karena tak mau ambil resiko, ia memisahkan daging-daging yang terlihat sedikit meragukan itu. Dan akhirnya ia hanya memakan nasi goreng tanpa daging, sepertinya cukup untuk mengisi perutnya selama beraktivitas seharian ini.

*Bersambung..