Enterpreneur bagi orang awam seringkali dikaitkan dengan istilah pedagang. Sebenarnya tidak selalu begitu. Enterpreneur dapat dikatakan sebagai kemampuan seseorang untuk menciptakan manfaat dari apapun yang ada dalam dirinya maupun lingkungannya. Seorang enterpreneur yang baik adalah yang bisa mengubah suatu kerumitan dan kendala yang dihadapinya menjadi sebuah tantangan yang bisa mengantarkannya menuju gerbang kesuksesan. Enterpreneur, juga bukan selalu dikaitkan dengan kewirausahaan yang mendapatkan laba atau keuntungan yang tinggi, tapi adalah sesuatu yang bisa menciptakan nilai guna atau manfaat baik bagi wirausahawan itu sendiri, orang lain, ataupun lingkungannya dan bisa hidup mandiri tanpa bergantung pada orang lain.
Dalam berwirausaha, kendala awal yang biasanya sering terjadi adalah jenis usaha apa yang akan ditekuni. Tentu saja, masalah ini kerap kali terjadi terutama bagi wirausahawan pemula. Untuk mengatasinya, bisa saja dilakukan dengan melihat situasi dan kondisi lingkungan sekitar. Misalnya, apa-apa saja yang menjadi kebutuhan di lingkungan tersebut. Sebagai contoh, di daerah perkotaan, seorang pebisnis berpikir untuk membangun sebuah swalayan atau mall, karena begitulah kehidupan masyarakat kota. Jangan sampai seorang wirausahawan salah memilih usaha hingga akhirnya berujung pada kegagalan berbisnis. Atau saat melihat rambut misalnya, maka kita akan menemukan peluang bisnis potong rambut, atau menjual aksesoris rambut dan lain sebagainya.
Saat mendengar alunan sebuah lagu misalnya, akan terpikir peluang bisnis mengarang lagu, menjadi penyanyi, menjadi produser, menjual kaset, mendirikan rumah karaoke, membuat jasa download ringtone dan sebagainya.
Atau saat merasa letih, maka kita kan terpikir untuk membuka klinik pijat, berjualan minuman-minuman dingin, dan sebagainya.
Cara lain yang juga cukup efektif untuk menemukan peluang bisnis adalah dengan meniru atau memperhatikan kesuksesan pebisnis lain, bisa jadi kita memperoleh peluang sukses yang sama atau bahkan dengan menambahkan sedikit kreativitas untuk menyempurnakan bisnis yang ditekuni wirausahawan sebelumnya. Tegasnya, keberhasilan seorang pebisnis bukan ditentukan oleh keaslian atau tingkat originalnya suatu usaha, tetapi bagaimana wirausahawan tersebut bisa berpikir kreativ dalam mengoptimalkan bisinis yang ditekuninya.
Saat ini, terlalu banyak bisinis komersial yang berkembang. Lain halnya dengan bisnis sosial yang sangat jarang kita temui. Bagaimanapun, saat ini pasti kita sebagai manusia mempunyai kebutuhan hidup masing-masing dan lebih mementingkan keuntungan dari sebuah bisnis dibandingkan memberi suatu manfaat kepada orang lain. Intinya, saat ini tujuan para wirausahawan kebanyakan hanyalah untuk mencari keuntungan, namun melupakan seberapa berpengaruhnya dan bermanfaatnya usaha mereka bagi kehidupan masyarakat.
Di era globalisasi ekonomi saat ini, juga tidak tertutup kemungkinan bagi seorang remaja untuk menjadi enterpreneur muda yang sukses. Hal ini bisa saja dilatarbelakangi oleh dorongan ekonomi yang menuntutnya untuk mengubah nasib dengan berwirausaha, atau bisa jadi karena keinginan meraih kegemilangan di masa muda.
Contohnya saja, seorang anak yang mempunyai kemampuan lebih dalam bidang akademik, menjadi staf pengajar di tempat-tempat kursus atau bahkan mengajar privat dari rumah ke rumah. Lama kelamaan, jika ia benar-benar ingin untuk menjadi seorang enterpreneur muda, pastilah ia terpikir untuk membuka tempat kursus sendiri. Dimulai dari tempat tinggalnya mungkin, lalu lama-kelamaan berkembang menjadi sebuah usaha yang lebih baik daripada sebelumnya. Dari contoh ini, bisa kita simpulkan bahwa, selain mendapatkan keuntungan komersil, si anak juga memberikan manfaat sosial bagi orang lain, yaitu berbagi ilmunya disamping mendapat gaji sebagai imbalan komersilnya.
Sebenarnya, banyak anggapan bahwa bisnis sosial hanya dijalankan oleh orang-orang berada saja. Mengapa demikian? Jawabannya adalah karena bisnis sosial ini lebih mengutamakan kepuasan psikologis, emosional, dan spiriual serta menyampingkan keuntungan berupa uang atau dividen. Bagaimana seseorang bisa menjalankan bisnis sosial jika ia sendiri belum bisa memenuhi kebutuhannya sendiri?
Sebenarnya tidak selalu begitu, Bisnis sosial ini didirikan bukan hanya oleh orang-orang kaya, tetapi oleh orang-orang biasa yang mempunyai kepedulian sosial. Oleh karena itu, walaupun bisnis ini sangat kental dengan misi sosial, masih ada harapan dari para pendirinya untuk memperoleh manfaat finansial.
Bisnis sosial ini pertama kali digagas oleh Muhammad Yunus, seorang berkebangsaan Bangladesh dan peraih Hadiah Nobel Perdamaian 2006. Proyek Bisnis Sosial pertamanya adalah Bank Grameen yang didirikan untuk membantu orang-orang paling miskin disekitarnya dengan memberikan kredit mikro. Menurutnya, ada dua versi bisnis sosial. Yang pertama adalah bisnis sosial dengan tujuan hanya untuk mendapatkan kepuasan psikologis, emosional, dan spiritual tanpa mengharapkan keuntungan berupa uang, dan yang kedua bisnis yang mencari keuntungan maksimal, namun sahamnya diberikan kepada orang-orang miskin. Keuntungan dari bisnis ini diterima oleh mereka untuk mengurangi kemiskinan atau bahkan lepas dari kemiskinan sama sekali.
Jika dibandingkan dengan contoh kecil seorang pelajar yang memberikan ilmunya tadi, itu bisa saja disebut dengan enterpreneur yang lebih mengutamakan manfaat sosial, yaitu dengan memberantas kebodohan dengan berbagi ilmu yang dimilikinya. Setelah itu, ia pasti mendapat imbalan berupa uang oleh pemakai jasanya itu.
Di negara kita Indonesia, keberadaan bisnis sosial ini sangatlah diharapkan. Hal ini bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan sebagaimana yang dikatakan oleh Muhammad Yunus, tapi yang menjadi titik tersulit adalah bagaimana memulainya, dan menciptakan sistemnya secara apik.
Untuk itu, peran serta enterpreneur muda sangat diperlukan demi terwujudnya suatu sistem bisnis baru seperti bisnis sosial di Indonesia ini. Ingat, jadikan suatu bisnis itu lebih bermanfaat di mata masyarakat, bukan hanya sekedar misi untuk meraup profit yang berlipat ganda.