04 April, 2012

Ini tidak semudah "sim salabim, abrakadabra!"

Betapa susahnya keadaan di negeri ini, korupsi menjamur, demo dimana-mana, kemiskinan menjadi pemandangan yang biasa, dan masalah masalah lain yang tak bisa dijabarkan satu persatu. Ya, aku tak pernah terpikir dan berkeinginan untuk menjadi seorang presiden, kepala negara sekaligus kepala pemerintahan di bumi pertiwi ini. Aku tak tau, mengapa pak SBY tak “puas” dengan jabatan lima tahun dalam sekali periode, aku saja, sebagai siswi biasa yang tak tau apa-apa sudah sangat pusing dengan hanya menonton pemberitaan di media massa, apalagi beliau dan rekan-rekannya yang menghadapi sendiri dan tau persis bagaimana permasalahan negeri ini. Lihatlah kantung mata beliau yang kian hari kian menghitam. Iba, satu kata yang terpikirkan olehku ketika melihat sosok presiden yang sedang memimpin zamrud khatulistiwa ini, apa pak sby cukup tidur? Apa ia masih sanggup menghadapi peliknya negara ini? Kebijakannya selalu ditentang, fotonya dibakar, diinjak bahkan dijatuhkan. Miris, melihatnya aku sungguh tak ingin jadi presiden.
Tapi apa yang bisa kulakukan untuk mengubah setidaknya tidak ikut mengacaukan negeri ini? Sebagai anak usia sekolahan jawabannya yaitu belajar, belajar dan belajar. Apa jadinya jika suatu saat nanti negeri yang nyaris bobrok ini menjadi makin bobrok bahkan hancur?
Teman, seharian ini aku menonton berita di televisi, tak tahan untuk tidak menitikkan air mata. Lihatlah dimana-mana, serba susah. Mulai dari pagi hingga siang hari, jarang sekali muncul berita menggembirakan, yang ada hanya  berita penundaan kenaikan BBM yang nantinya jika tetap dinaikkan harganya akan jauh melambung tinggi jika dibandingkan kalau dinaikkan sekarang,dipersulit lagi dengan mobil-mobil mewah dan mobil pemerintahan yang tadinya menggunakan pertamax kini beralih ke BBM bersubsidi. Parah.  setelah itu berita bahwa ada salah seorang wakil menteri yang menampar sipir lapas, juga ada berita banjir di DKI jakarta dan kota-kota satelit disekitarnya, dan jadilah ini pembicaraan hangat oleh para calon gubernur DKI periode mendatang, mereka menjanjikan perubahan pada itu semua, tak tau realisasinya nanti bagaimana. Memang sudah menjadi suatu tabiat di negeri ini, saat pemilukada, atau pemilu apapun jenisnya, mereka, para calon pemimpin sibuk berkoar-koar mengajukan rencana dan solusi dari sekian banyak masalah. Dan setelah terpilih, tak sedikit yang bungkam dan diam tak melakukan apa-apa hingga masa jabatannya habis. Solusi yang dilaksanakanpun hasilnya nyaris nihil, waduk dan banyak tanggul dibangun, tapi pembangunan yang asal-asalan hanya membuat sarana dan prasarana itu tak panjang umur.
Siapa yang salah? Bukan hanya beliau para pemimpin, kita semua juga salah! Membangun gedung-gedung pencakar langit tanpa tau akibatnya yang menghilangkan daerah resapan air hujan, meyulap sungai yang tadinya bersih menjadi “tong sampah” raksasa dan mengalirkan limbah pabrik seenaknya. Dan akibatnya citarum, ciliwung dan banyak sangai sungai lainnya menjadi semakin dangkal dari tahun ketahun, ditambah lagi permukaan tanah yang terus turun, hampir setara dengan permukaan air laut. Payah, kita semua memang payah, tak ada yang bisa diandalkan.
Tak hanya itu teman, hatiku kembali miris menyaksikan puluhan anak yang mengais rezeki dengan mengumpulkan tetes demi tetes minyak curah setiap harinya untuk mendapatkan jajan yang tentunya tak sepadan dengan apa yang sudah mereka usahakan. Betapa menyedihkannya perekonomian di negeri ini. Disamping itu, aku juga melihat kehidupan di negeri paling timur Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara papua nugini. Bagaimana keadaannya? Susah teman, sangat susah. Di ibukota saja kacau apalagi di negeri terpencil ini. Medan wilayahnya yang sangat susah dilalui mengakibatkan transportasi yang juga susah, perekonomian yang sulit, juga pendidikannya.
 Kita, dan juga pemerintah harusnya berbenah, berusaha sekuat tenaga mengubah semua keadaan, memaksimalkan potensi yang ada, berkarya maksimal di bidang masing-masing. Kalau bukan kita para generasi muda yang mengubahnya, siapa lagi? Tak mungkin semuanya berubah hanya dengan kata-kata “sim salabim, abrakadabra!”.

23 Agustus, 2011

Keterpaksaan berbuah keikhlasan


Hari itu malam ke 21 Ramadhan 1432 H. Seperti biasa, aku, orangtua, dan kedua adikku melaksanakan shalat tarawih di mushalla terdekat. Rumah kami memang tidak jauh dari sana, hanya berjarak sekitar lima rumah.
Malam itu, sesuai isi undangan yang diantarkan pengurus mushalla ke rumahku, dilaksanakan peringatan nuzul qur’an yang jatuh pada 17 ramadhan. Tapi, disini kami baru bisa memperingatinya pada malam ke-21.
Berbeda dari malam malam sebelumnya. Kalau biasanya sehabis isya beramaah dilanjutkan dengan ceramah, kali ini setelah shalat isya kami langsung shalat tarawih dan barulah acara peringatan turunnya al-qur’an itu dimulai.
Dan seperti biasanya lagi, aku ditunjuk sebagai qari’ah yang akan membacakan al-qur’an sebagai acara pembuka. Mungkin karena bosan, atau sebagainya, aku agak malas ‘bertugas’ saat itu. Yang terpikirkan hanyalah “mengapa harus aku? Selalu aku! Seperti tidak ada orang lain saja”. Gerutuku dalam hati.  Spontan aku dan beberapa teman yang diminta mengisi acara kabur ke toilet, berdiam agak lama disana. Kami juga tidak mengerti kenapa, entah setan apa yang merasuki kami malam itu. Di toilet kami hanya menggerutu, rasanya tak mau keluar sebelum acara selesai, atau setidaknya pengurus mendapatkan pengganti kami.
Akhirnya, bagaimanapun cara kami menolak, yang dibayangkan sebelumnya tetap saja terjadi. Awalnya aku sempat berdebat dengan ketua pengurus dan menyampaikan uneg uneg ku tadi. Sepertinya tak ada yang bisa mengubah pendiriannya. Aku pasrah, mungkin ini semua memang kewajibanku, selama masih ada disini.
Aku bersama temanku maju ke depan. Tak ada sedikitpun perasaan gugup. Ya, karena kami telah terbiasa, sangat terbiasa! Alhamdulillah tugas kami berjalan mulus, padahal aku akan mengira akan ada hambatan karena kami menolak dan menggerutu dengan tugas yang sebenarnya amat mulia itu.
Beberapa saat kemudian, acara inti dimulai. Ustad penceramah sudah menaiki mimbar, tak ada lagi suara gaduh kecuali cekikikan-cekikikan balita yang memang tidak mengerti situasi dan kondisi. Aku dan seluruh jamaah hanya diam, menunggu apa yang akan disampaikan sesosok pria yang kelihatan ramah dari wajahnya itu.
Memang benar dugaanku, ia adalah ustad yang pandai membawa suasana, tak sungkan tersenyum dihadapan puluhan jema’ahnya. Kali ini berbeda dari tahun sebelumnya yang menyampaikan dimana, kapan, dan untuk apa al-qur’an itu sendiri diturunkan, tapi beliau lebih mengarah pada bagaimana al-qur’an itu diamalkan dalam kehidupan.
Inti penyampaiannya sangat memukau. Bagaimana taqwa itu sebenarnya, bagaimana berbuat ikhlas, bagaimana berlomba-lomba dalam berbuat baik, dan banyak hal lagi.
Taqwa itu sebenarnya bagaimana kita bersikap tidak hanya dalam keadaan berkecukupan saja, melainkan juga dalam kesusah payahan. Dan Allah berjanji, jika dilakukan dengan ikhlas Ia akan mebalasnya tunai bahkan berlipat ganda dengan cara yang kadang tidak diduga-duga.  
Ikhlas itu merupakan kumpulan keterpaksaan-keterpaksaan yang kita lakukan berulang kali.
Aku tersentak, betapa tidak ikhlasnya aku untuk sekedar membaca al-qur’an tadi. Astaghfirullahal’aziim, maafkanlah kesalahanku ya Allah.  
Dan yang paling berkesan, bagaimana ustad menjelaskan tentang fastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan. Hingga akhirnya malam itu kami berlomba-lomba untuk merebut surga Allah dengan berinfaq. Subhanallah, hampir semua jama’ah menyumbangkan sebagian rezekinya. Ustad ramah itu seperti membawa angin segar bagi kami yang belum memahami ikhlas, belum mengerti akan terbatasnya kesempatan untuk menempati surga Allah. Maka dari itu, bersainglah merebut surgaNya dengan iman dan taqwa.
Malam ini, kami belajar banyak.
Dan satu hal yang aku pertanyakan “kapan keterpaksaan itu berbuah keikhlasan?”.

07 Agustus, 2011

cara belajarmu tipe seperti apa?

sebagai seorang pelajar, pastinya belajar bukanlah menjadi suatu yang asing buat kita. bahkan belajar sudah menjadi rutinitas wajib setiap siswa. dalam proses belajar ini, tiap orang pasti punya kebiasaan atau cara yang berbeda. berikut adalah beberapa cara belajar yang pernah gue amati :

1. SKS [Sistem Kebut Semalam]
SKS biasanya dilakukan buat hal-hal mendadak. contohnya, belajar hari ini buat ulangan besok, belajar pagi buat ujian siangnya, atau bikin tugas buat dikumpul besok. kadang, ada orang yang tidak bisa terburu-buru ketika belajar. tapi, ada juga pelajar yang lebih enjoy dengan SKS ini. sepengetahuan gue, kalau orang yang terbiasa SKS dan dia berhasil dalam hal itu, memorinya akan disimpan dalam short term memory (jangka pendek) dan tentunya ingatannya tidak akan bertahan lama. berbeda dengan orang yang rutin belajar dalam waktu yang lama. memorinya akan disimpan dan bertahan lama dalam long term memory.
2. Belajar rutin
harusnya inilah yang kita lakukan agar ingatan tentang berbagai ilmu pengetahuan bisa awet dalam ingatan. belajar memang tidak perlu lama atau berjam-jam hingga larut malam. tapi belajar butuh proses, biar satu jam sehari kalau dilakukan rutin setiap hari, hasilnya pasti akan lebih baik daripada semua ditumpuk dalam satu waktu.
3. belajar kalo lagi mood
cara seperti ini bisa saja memberi pengaruh yang sangat bagus. kalau sedang mood, seseorang bisa sangat bersemangat dalam pelajaran dan begitupun sebaliknya. tapi guys, gimana kalo kita lagi galau dan mood nggak baik? bisa ancur kan, makanya belajar harus dibawa mood terus. tapi jangan dipaksa juga kalau tau ntar hasilnya gak bakal maksimal.
4. belajar diselingi dengan hobi
nah, ini pasti sering dilakukan teman-teman bukan? belajar sambil denegrin musik, belajar sambil ngemil, atau belajar sambil tiduran (sekaligus istirahat), atau belajar sambil browsing internet. boleh sih, tapi inget jangan sampai kuantitas waktu buat hobi jauh lebih besar dibanding jam belajarnya. misalnya, baca novel lima belas menit sambil belajar tiga menit. ya kalo gitu bukannya nangkep pelajaran malah nangkep jalan cerita di novel jadinya.
5. belajar di tempat paling nyaman.
kalau situasti dan tempat belajar sudah nyaman, otomatis belajar juga akan makin nyaman dan materi pelajaran akan lebih mudah diserap. misalnya, belajar dalam suasana tenang, jauh dari keributan, tempat belajar bersih, dan ditambah dengan fasilitas yang lengkap, pasti lebih TOP!

nah, itu dia beberapa cara belajar yang umum dilakukan siswa. cara belajar kamu yang mana?

04 Agustus, 2011

warna warni


Rasanya baru kemaren gue masuk madrasah tsanawiyah. Rasanya juga baru baru kemaren gue dapet amplop bertuliskan “L U L U S” dari sekolah itu. Waktu berlalu begitu cepat, masa SMA pun tinggal sekitar 8 bulan lagi. Mengagumkan! MOS yang menyenangkan dan melelahkan di smantri  sudah berlalu dua tahun, ujian ujian semester dan naik kelaspun sudah menjadi suatu yang biasa tahun-tahun belakangan ini. Sekarang gue udah duduk dua tahun di smantri dan sedang menjalani tahun ketiga. Tak terasa, sekolah yang dulunya bukan menjadi sekolah tujuan gue, sekarang malah menjadi sekolah yang meberi penuh warna dalam hidup gue.
Telat datang ke sekolah, kena kasus seperti dimarahin dan kena hukum karena gak bikin tugas, dipanggil waka kesiswaan, dipanggil BK, bahkan ditegur kepsek pun juga pernah. Haha kalau diinget-inget lumayan jauh beda sama masa SMP dulu (MTs sih). Waktu itu gue cuma jadi siswi penurut yang tugasnya cuma belajar doang, jarang dimarahin guru, pulang tepat waktu dan jadi juara kelas.
Tapi itu semua gak jadi masalah buat gue, masa SMA emang buat dikenang dan dinikmatin. Karena masa masa inilah yang nantinya bakal jadi kenangan terindah sepanjang hidup gue.
Inilah cuplikan kisah di smantri yang masih gue inget sekarang, dan mungkin bakal gue inget sampai kapanpun.
MOS
Disini gue dikenalin gimana smantri itu sebenernya. Disiplinnya kuat, senioritas tinggi, keaktifan sangat diperlukan, kebersamaan yang sangat kental dan yang terpenting mental dan keberanian yang harus dimiliki. Yang paling berkesan adalah tugas tugas hariannya yang banyak, menu menu yang sederhana, dan adegan terkahir yang pasti selalu gue inget yaitu nyium lantai.now i'm very proud to be a smantri!
Akhir kelas satu, gue sedikit mengalami masalah, waktu itu gue takut banget kalo-kalo ntar ga bakal naik kelas. Gue sampai nangis bombay dan untungnya banyak temen-temen yang bisa nenangin gue. Sebelum penjurusan, gue dan beberapa temen juga sempet dipanggil BK. Mungkin karena kami siswi ipa yang juga kebetulan kelas internasional yang pengen jurusan ips. Apalagi bahasa. Tapi nggak mungkin kan karena jurusan bahasa emang nggak ada. Tapi sayang, permintaan kami agak ditentang karena beberapa alasan yang sudah sama-sama dipertimbangkan saat itu. Lagian, ibu BK nya bilang kalo "nggak ada sejarahnya anak internasional pindah ke IPS" . Jujur, kami agak sedikit kecewa mendengarnya.
Kalo masalah sama beberapa guru gue juga pernah. Guru matematika dan biologi
Kalo guru matematika, gue juga rada bingung kenapa bisa sampe bermasalah gini. Ibunya bilang
“kalo ibu liat kamu kadang nilainya gak konsisten, kadang tinggi banget kadang abis itu juga anjlok banget. Ibu bingung kamu ada masalah apa sebenernya? Sekarang ibu minta kamu luangkan sedikit aja waktu buat pelajaran ibu”. Ibu itu ngomen panjang banget padahal waktu itu sikonnya lagi nggak memungkinkan (di ruang guru dan gue lagi berpakaian nari plus make up. Tiba-tiba ibunya nyeramahin gue. Mau ditaro dimana nih muka -,-)
Pembelaan (Cuma dalam hati) : "nilai saya nggak konsisten karena emang segitu kemampuan saya bu, kalo tentang ibu minta saya ngeluangin waktu, saya bingung mesti gimana bu. Jujur, saya emang jarang masuk pas jam pelajaran ibu tapi itu DULU bu, sekarang kan nggak lagi. Jadi ibu jangan nyangkut pautin kegiatan saya diluar sama kemampuan saya dalam pelajaran ibu".
Tapi sayang, gue ga bisa ngutarain itu semua sama ibunya, ini Cuma gue simpan sendiri dan dijadiin motivasi buat berubah meskipun yang diomongin ibunya gak sepenuhnya bener. Tapi makasi banget bu!
Selain dari guru mat, gue juga pernah dapet kesan yang gak bakal dilupain sama guru biologi. Waktu itu, kami disuruh bikin proposal tentang pertumbuhan dan perkembangan. Kelompok gue dan dua kelompok lain kebetulan nggak bawa print-outnya. Jadilah kita semua diusir dari kelas. Miris banget sih, tapi nggak apalah abis waktu itu pas banget gue sama salah satu temen deket gue lagi ngantuk dan bosen banget di kelas. Daripada ngegalau mending keluar dari kelas. Pas diusir (nggak enak banget kata-katanya) kita malah duduk duduk di taman sambil ngemut lollipop, tiduran di musola, sampe nongkrong di kantin. Kenapa pindah tempat? Karena kami ngindarin diri dari guru-guru yang lagi berkeliaran, biar masalahnya nggak makin panjang gitu :p
Matematika pernah, biologi juga, dan tahukah kalian? Gue juga pernah bermasalah sama salah satu guru yang pelajarannya dianggap keramat banget sama sebagian besar siswa. Yeah, FISIKA. Kebetulan, gurunya emang nggak ngajar gue, tapi dia adalah wakil kesiswaan. Gue bermasalah karena waktu gue ultah temen temen pada ngelempar telor di lingkungan sekolah. Waktu itu sebenernya bukan Cuma gue doang yang ultah, tapi semua kena kok akhirnya. Parah banget waktu itu, hidup gue sampe gak tenang selama dua hari hahaha.
Gak cuma itu, kepsek pun pernah negur gue. Waktu itu gue dianterin sampe gerbang depan sekolah dan kebetulan lagi ada si ibu kepsek. Jadilah gue dipanggil langsung dan ditegur. Bukan saya yang salah bu, si papa yang belokin stirnya ke gerbang haha. Kalo gue masi dianter besoknya, bu kepala ngancem bakal manggil ortu -,-
Sebenernya masi banyak kenangan kenangan yang gue alami di sekolah yang sangat gue banggain, gue menikmati banget masa masa terakir disana. Sekarang, tugas gue cuma berusaha dibawah naungan smantri sampai sekolah itu melepas gue ke gerbang pendidikan selanjutnya dengan sukses. Amiiin ya allah :’)